STANDARISASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN ALTERNATIF PENGGANTI KAYU
I. KEBERADAAN BAHAN ORGANIK UNTUK KONSTRUKSI SAAT INI
1.1 Kayu
Di dunia konstruksi, kayu merupakan bahan bangunan yang dominan digunakan terutama untuk konstruksi rangka yang bersifat struktur (rangka lantai, rangka dinding, rangka atap) dan yang bersifat non struktur (penutup lantai, penutup dinding, penutup langit-langit dan penutup atap).
Kebutuhan kayu yang sangat besar akibat pembangunan khususnya perumahan, industri kayu olahan (plywood, hardboard, dll) serta ekspor, mengakibatkan kayu dieksploitasi secara besar-besaran dengan pola tanpa tebang pilih. Akibatnya selain terjadi kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan, ketersediaan kayu khususnya kayu konstruksi semakin berkurang. Dewasa ini untuk memperoleh jenis kayu yang umum digunakan untuk bangunan seperti, kamper, kruing, merbau, meranti, besi dll sudah mulai sulit dan kalaupun ada harganya sangat mahal.
Pemerintah telah melakukan usaha-usaha untuk mengurangi dampak kerusakan hutan sebagai penghasil kayu sebagai berikut;
ƒ Memberlakukan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih
(Keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan
Perdagangan sejak tahun 2001),
ƒ Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta m³ setahun (tahun 2003) dan akan diturunkan lagi menjadi 5,7 juta m³ kubik setahun ( tahun 2004),
ƒ Pembentukan Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan,
ƒ Berkomitmen untuk melakukan pemberantasan Illegal Logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 dapat menghutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.
Sayangnya usaha-usaha tersebut di atas masih belum ada realisasinya karena;
ƒ Hingga tahun 2002 ekspor kayu bulat masih dilakukan,
ƒ Masih akan diberikan ijin pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman seluas
900-an ribu hektar kepada pengusaha melalui pelelangan,
ƒ Belum adanya perencanaan menyeluruh untuk memperbaiki kerusakan hutan melalui rehabilitasi,
ƒ Belum disesuaikannya produksi industri dengan kemampuan penyediaan bahan baku kayu bagi industri olah hutan sehingga dapat mengakibatkan kegiatan penebangan hutan tanpa ijin akan terus berlangsung.
ƒ Hal yang terpenting dan belum dilakukan pemerintah saat ini adalah, menutup industri perkayuan Indonesia yang memiliki banyak utang.
ƒ Pembangunan hutan tanaman secara massal dan meluas pada tahun 1980 dan dilansir dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI) sejak tahun 1984 kurang berhasil. Sasaran yang ingin dicapai dalam pengusahaan HTI tersebut adalah, menunjang pertumbuhan industri perkayuan sehingga dapat meningkatkan ekspor kayu olahan dan meningkatkan potensi kayu pada kawasan hutan produktif. Kenyataannya membuktikan bahwa, dari target luasan sebesar 7 Ha hanya terealisir 2 juta ha dengan kendala kesiapan dan pengetahuan teknis para pelaku dan hambatan non teknis padahal, jika HTI ini berhasil dapat mengurangi ketergantungan pada hutan alam.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka, wajarlah jika keberadaan kayu konstruksi saat ini cukup kritis, terutama untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan yang diperuntukan bagi golongan menengah ke bawah.
1.2 Bambu
Bambu sudah dikenal oleh masyarakat sejak nenek moyang kita ada dan telah digunakan sebagai bahan untuk keperluan sehari-hari mulai dari makanan, peralatan
rumah tangga, musik, upacara keagamaan sampai pada bangunan rumah yang mereka tempati, sehingga di pedesaan sebagian besar masyarakatnya mempunyai rumpun bambu di pekarangannya.
Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dari permukaan air laut dan umumnya tumbuh di tempat- tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Bambu memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena potensinya banyak dan mudah ditemukan di seluruh daerah di Indonesia.
Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari
20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di
Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis.
Beberapa kelebihan bambu jika dipergunakan untuk komponen bangunan:
ƒ Merupakan bahan yang dapat diperbarui (3-5 tahun sudah dapat ditebang),
ƒ Murah harganya serta mudah pengerjaannya karena tidak memerlukan tenaga terdidik, cukup dengan peralatan sederhana pada kegiatan pembangunan.
ƒ Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi (beberapa jenis bambu melampaui kuat tarik baja mutu sedang), ringan, berbentuk pipa beruas sehingga cukup lentur untuk dimanfaatkan sebagai komponen bangunan rangka,
ƒ Rumah dari bambu cukup nyaman ditempati,
ƒ Masa konstruksi cukup singkat sehingga biaya konstruksi menjadi murah. Kelemahannya adalah dalam penggunaannya kadang-kadang menemui beberapa
keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bambu adalah, sifat fisik bambu (bulat) yang agak menyulitkan dalam pengerjaannya secara mekanis, variasi dimensi dan panjang ruas yang tidak seragam serta mudah diserang oleh organisme perusak seperti bubuk, rayap dan jamur.
1.3 Limbah Organik Dari Industri
Bahan limbah organik dapat berupa limbah pabrik atau bahan alam seperti;
ƒ Limbah Kayu merupakan hasil atau limbah penggergajian kayu yang dapat berupa serbuk gergaji, sisa potongan, kulit kayu dll,
ƒ Limbah Agro Industri (Sawit) merupakan limbah dari pengolahan minyak sawit
(CPO) berupa TKKS (tandan kosong kelapa sawit), sekam padi dll,
ƒ Serat Alam yang berupa serat dari alang-alang, nenas, tebu dll.
Limbah tersebut di atas apabila akan dimanfaatkan masih harus memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu menjadi bentuk panel, batang dll, karena bahan tersebut masih merupakan bahan baku dan masih perlu diproses untuk mmenjadi bahan jadi dengan menggunakan bahan tambahan seperti, perekat resin atau semen.
II. MENGAPA BAMBU DIPILIH UNTUK DISTANDARKAN
2.1 Beberapa Alasan yang Menjadi Pertimbangan
a. Penggunaan bambu sangat luas untuk berbagai macam tujuan karena bambu memiliki keunggulan sebagai bahan bangunan,
b. Bambu merupakan salah satu material yang sangat potensial untuk pemenuhan kebutuhan perumahan,
c. Bambu sebagai bahan bangunan telah diakui masyarakat dunia dengan terbitnya standard internasional (ISO),
d. Perlunya adopsi/adaptasi standard ISO tentang konstruksi bambu untuk diterapkan di Indonesia, tentunya dengan penyesuaian pada kndisi setempat .
2.2 Perkembangan Teknologi Rumah Bambu Dalam Dunia Konstruksi
Pada era sebelum tahun 1980 bambu digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan umum seperti, jembatan, tiang, dinding penahan tanah (bearing wall) dan bangunan rumah tradisional, baik di pedesaan maupun di perkotaan dalam bentuk batangan
(bulat), bilah dan anyaman. Sistem sambungannya tradusional dengan menggunakan tali ijuk, pasak dan paku. Cara pengawetannya masih dilakukan dengan cara perendaman di kolam atau sungai sehingga memerlukan waktu lama.
Pada era pendudukan Belanda dan Jepang, teknologi Barat mulai diperkenalkan sehingga, pasangan tembok mulai dipakai khususnya pada komponen dinding penutup, dimana adanya penggabungan antara adukan sebagai plesteran dengan bambu anyam sebagai tulangannya. Sistem ini banyak dijumpai pada rumah-rumah jabatan serta kantor baik di perkebunan maupun di kantor-kantor perkotaan dan kenyataannya sampai sekarang rumah-rumah tersebut masih dapat kita temui di perkebunan- perkebunan bahkan di kota dalam kondisi masih baik.
Pada era sesudah 1980 perkembangan teknologi bambu mulai berkembang sehingga banyak produksi bahan komponen bangunan dari bambu seperti, panel bambu dengan perekat resin (lem) dan panel berbasis semen (bamboo cement board). Selain bahan olahan tersebut di atas bambu juga sudah mulai diproduk seperti layaknya kayu misalnya, bambu laminasi, balok bambu, lantai parkit bambu, papan bambu sebagai bahan dasar furnitur dan lantai.
Perkembangan teknologi sudah demikian maju sehingga segala kelemahan bambu sudah dapat direkayasa dan diatasi mulai dari konstruksi, sambungan dengan berbagai jenis konektor serta bentuk, yang memungkinkan bambu dipakai pada panjang efektif sesuai dengan desain yang diinginkan tetapi memenuhi persyaratan teknis. Keterbatasan bambu untuk dipakai pada bangunan-bangunan khusus yang mempunyai tingkat kesulitan tinggi sudah dapat diatasi bahkan di beberapa negara maju, bambu sudah dipakai sebagai bahan untuk bangunan penting seperti villa, tribun stadion, kantor bertingkat, jembatan dengan bentang lebar, dll.
Teknologi pengawetan tradisional yang tadinya menggunakan metode perendaman, pemulasan dan pengasapan, sudah mulai berkembang dengan cara modern seperti, metode Bucherie cara grafitasi atau vertikal, tekanan udara (vacuum pressure) yang mempercepat proses pengawetan. Begitu pula sistem pengeringan
dengan menggunakan pengeringan di ruangan, sudah memudahkan kita untuk mendapatkan bambu yang memenuhi syarat kekeringan sesuai yang diyaratkan untuk dipakai pada konstruksi bangunan. Saat ini untuk mendapatkan bambu dengan keawetan yang tinggi sudah mudah diperoleh bahkan dapat dilakukan oleh kita sendiri.
2.3 Mengapa Sampai Saat Ini Bambu Masih Belum Mendapat Perhatian
Masalah mendasar yang menjadi penyebab adalah:
a. Belum hilangnya konotasi masyarakat bahwa bambu dikenal sebagai bahan bangunan untuk orang miskin karena bentuk rumah sangat sederhana,
b. Hampir tidak ada fasilitas kredit dari perbankan, karena kurang yakinnya pihak perbankan,
c. Belum ada standar nasional bambu,
d. Sampai saat ini teknologi untuk membangun serta menambah umur pakai bambu masih dilakukan dengan cara tradisional seperti yang pernah dilakukan oleh para nenek moyang kita dahulu sehingga kualitasnya masih rendah.
Keuntungan pengembangan bambu dibandingkan dengan kayu:
a. Sesuai dengan sifatnya maka akar bambu sangat solit sehingga dapat mencegah erosi jika ditanam pada daerah lereng (tepi sungai atau jurang).
b. Bambu dapat dipanen 3 (tiga) kali dalam sepuluh tahun dibandingkan dengan kayu yang hanya satu kali sehingga dapat bekerja sepanjang tahun dengan penghasilan tetap baik di perkebunan bambu atau pada pengrajin bambu.
Di halaman berikut digambarkan ilustrasi mengenai keuntungan budidaya bambu dibandingkan dengan kayu jika dibudidayakan secara profesional, mulai dari pola tanam, cara menebang serta penggunaan tenaga kerja selama proses tersebut berlangsung. Dengan musim panen bambu yang lebih cepat dari kayu maka, kerusakan hutan dapat dikurangi serta mutu kayu hutan akan lebih baik karena ada bahan lain sejenis yang dapat menggantikan fungsinya.
2.4 Model Standar
2.4.1 ISO 22156 (2004) Bamboo–Design structure
Ruang lingkup standar ini adalah:
- Struktur bangunan dari bambu dalam bentuk bulat, bambu bilah, bambu laminasi atau bambu menggunakan sambungan perekat dan sambungan mekanik,
- Standar berdasarkan limit state design dan desain penampilan struktur,
- Standar hanya dikaitkan dengan ketahanan mekanik, pemanfaatan dan keawetan struktur tetapi konstruksi yang menggunakan struktur komposit boleh dipertimbangkan untuk ditambahkan pada standar ini bila diperlukan,
- Pelaksanaan konstruksi di lapangan pekerjaan, pembuatan komponen di pabrik dan pemasangan konstruksi dalam rangka menjaga kualitas produk serta keamanan pekerja.
2.4.2 ISO 22157-1: 2004 (E) Bamboo-Determination of Physical and Mechanical
Properties-Part 1: Requirements and Part 2: Laboratory Manual
Ruang lingkup standar standar adalah:
- Part 1 merupakan metode pengujian untuk mengevaluasi karakteristik pada sifat fisis dan mekanis bambu seperti: kadar air, kerapatan, penyusutan, tekan, lentur, geser dan tarik.
- Part 2 merupakan laporan teknis (technical report) yg menyediakan petunjuk informasi bagi staf laboratorium tentang bagaimana mengerjakan pengujian sesuai part 1.
- Standar ini mencakup pengujian pada spesimen bambu untuk mendapatkan data, sehingga dapat digunakan utk menentukan karakteristik kekuatan bahan sampai mendapatkan tegangan ijin.
- Data tersebut dapat digunakan untuk mencari hubungan antara sifat mekanis dan faktor lain seperti kadar air, kerapatan, tempat tumbuh, posisi sepanjang buluh, keberadaan buku (node) dan ruas (internode), dll yang berfungsi sebagai pengendali kualitas.
Di dalam standar itu tercantum keawetan bahan dan cara pengawetannya yang mempertimbangkan, umur pakai bambu, penggunaan pada struktur, kriteria bentuk yang diperlukan, penyesusaian dengan lingkungan sekitar, komposisi, sifat serta bentuk
bahan, bentuk komponen dan detail konstruksi, kualitas pekerja dan tingkat keahlian, cara pengukuran serta cara perawatan selama bangunan konstruksi berdiri.
Standar ini disesuaikan dengan kebutuhan seperti:
• Struktur direncanakan dan dilaksanakan dengan menekankan pada, kemungkinan diterima masyarakat, diharapkan dapat murah tetapi aman serta memenuhi tingkat keamanan yang baik selama masa pelaksanaan pekerjaan serta memenuhi persyaratan keawetan sehingga murah perawatannya.
• Konsep desain dan alternatif desain berdasarkan perhitungan analisis, pengalaman dan laporan evaluasi.
• Desain struktur meliputi, batas yang diijinkan, sifat fisis dan mekanis bahan, desain kekuatan tarik, tekan dll, tegangan yang diijinkan serta kebisingan.
• Sambungan antara komponen berdasarkan perhitungan analisis, dilengkapi dengan sambungan alternatif dengan kemampuan dalam menahan beban serta prinsip desain alternatif. Di samping itu cara pengujian, hasil uji serta petunjuk desain praktis.
III. MODEL STANDAR BAMBU YANG DIINGINKAN
Model standar bambu dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kewenangan dan skala prioritas. Konsep standar dipersiapkan dan dibuat di Departemen Pekerjaan Umum, dalam hal ini Puslitbang Permukiman sebelum dijadikan Standar Nasional Indonesia (SNI). Beberapa referensi yang sudah ada yang diterbitkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan Perguruan Tinggi, Institusi Pemerintah terkait serta masyarakat, dapat dijadikan acuan selama relevan dengan konteksnya.
Sebagai langkah awal, Puslitbang telah menyelenggarakan workshop mengenai kemungkinan bambu sebagai bahan konstruksi pengganti kayu untuk distandarkan, dengan mengundang pakar-pakar yang ahli dalam masalah perbambuan dari, Universitas Gajah Mada (Prof. Morisco), Institut Pertanian Bogor (Dr. Naresworo), Prosea (Dr. Elizabeth Wijaya), LIPI (Dr. Bambang Subiyanto), Puslitbang Permukiman
(Dr. Anita dan Purwito).
Hasil dari workshop ini akan diangkat dalam forum lebih tinggi dengan para penentu kebijakan di Departemen Pekerjaan Umum serta para ahli lain yang telah menulis karyanya di media massa.
Standar yang baik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Melindungi pemakai dari kerugian uang dan meningkatkan mutu produk,
b. Melindungi lingkungan dari sampah atau segala polusi sesuai dengan batas yang diharuskan,
c. Keselamatan pekerja seperti, kesehatan, keamanan dan tidak menggunakan tenaga kerja anak-anak,
d. Keselamatan penghuni dan konstruksi jika terjadi bencana seperti, gempa, angin, banjir dll,
e. Mengurangi biaya produksi tetapi produk masih memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan dapat bersaing dengan produk lain yang sejenis.
Standar kurang dapat dimanfaatkan apabila:
a. Impor atau mengutip dari standar luar dan tidak diadaptasikan dengan kondisi di
Indonesia,
b. Tidak sejalan dengan tradisi lokal,
c. Menambah biaya (produk menjadi mahal),
d. Hanya memenuhi kebutuhan golongan atas,
e. Prioritas dalam membuat produk dari masyarakat berbeda,
f. Standar yang meng-adop (impor) dari luar tidak dapat digunakan di dalam negeri, g. Standar sering diartikan birokrasi.
IV. PENERAPAN STANDAR BAMBU UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN Penerapan standar bambu untuk konstruksi bangunan dilakukan sebagai berikut:
a. Berlaku untuk semua wilayah Indonesia,
b. Bersifat sukarela,
c. Dalam hal berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, pelstarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomi atau tercantum dalam dokumen kontrak dapat diberlakukan wajib oleh instansi yang terkait,
d. Tata cara pemberlakuan SNI wajib diatur dengan keputusan Pimpinan Instansi teknis terkait,
e. Penerapan SNI dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi,
f. Sertfikasi diberikan oleh lembaga sertifikasi/lembaga inspeksi/lembaga pelatihan/laboratorium yang diakeditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).
V. BEBERAPA JUDUL YANG DAPAT DIANGKAT
a. Petunjuk Teknis Penggunaan Bambu Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan
Materi dari standar adalah, jenis bambu yang dapat dipakai, perlakuan yang diperlukan, teknik memotong, teknik menyambung, model dan bahan untuk sambungan, peralatan untuk bekerja, teknik penyambungan pada konstruksi, ketahanan terhadap api, pemeliharaan dll.
b. Petunjuk Teknis Pengawetan dan Pengeringan Bambu
Materi dari standar adalah, jenis bahan pengawet, jenis peralatan yang dipakai, sistem pengawetan, waktu pengawetan dan pengeringan, keselamatan kerja dll.
c. Petunjuk Teknis Pembudidayaan Bambu
Materi dari standar adalah, pemilihan benih/jenis bambu, penyemaian, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dll.
Cara pelaksanaan pembuatan standar hampir sama dengan yang dilakukan di BSN, hanya lingkup kegiatannya masih terbatas di lingkungan Puslitbang Permukiman.
VI. KEUNTUNGAN ADANYA STANDAR BAMBU
a. Merangsang para perencana bangunan untuk menggunakan bambu karena, mereka menjadi mengetahui sistem/cara penggunaannya sehingga mendukung desain bangunannya.
b. Dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kualitas konstruksi bambu yang dalam kontrak pekerjaannya menggunakan bambu sebagai bahannya.
c. Dapat menjaga kualitas produk (quality control).
d. Menaikan nilai tambah bambu karena dapat disejajarkan dengan bahan lain yang sejenis
By (google)