Follow me on Twitter RSS FEED

Kuat Tarik Bambu dan Kuat Geser Bambu

Posted in
Kuat Tarik Bambu
Kekuatan tarik serat bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya untuk menahan gaya-gaya yang cederung menyebabkan bambu itu terlepas satu sama lain. Kekuatan tarik dibedakan menjadi dua macam yaitu kekuatan tarik tegak lurus serat dan kekuatan tarik sejajar serat. Kekuatan tarik sejajar arah serat merupakan kekuatan tarik yang terbesar pada bambu. Kekuatan tarik tegak lurus serat mempunyai hubungan dengan ketahanan bambu terhadap pembelahan.

Kekuatan tarik bambu untuk menahan gaya-gaya tarik berbeda-beda pada bagian batang dalam atau bagian luar, garis-tengah batang (batang yang langsing memiliki ketahanan terhadap gaya tarik yang lebih tinggi), serta pada bagian batang mana yang digunakan karena bagian kepala atau ujung memilik

kekuatan terhadap gaya tarik yang 12% lebih rendah dibandingkan dengan bagian batang kaki atau pangkal.
Hasil pengujian terhadap kekuatan tarik bambu wulung diperoleh kuat tarik bambu wulung tanpa nodia 1.693 Kg/cm2 dan kuat tarik bambu wulung dengan nodia 1.499 Kg/cm2 (Morisco, 1996). Dapat dilihat bahwa kekuatan tarik bambu dengan nodia lebih rendah dari bambu tanpa nodia.

Kuat Geser Bambu
Nilai kuat geser bambu memiliki prinsif dan hubungan yang sama dengan kuat tekan bambu dimana kekuatan geser bambu juga turut dipengaruhi oleh berat jenis bambu dan masa serat dari bambu itu sendiri. Kekuatan geser sejajar serat pada bambu cukup rendah dibandingkan dengan kekuatan geser tegak lurus serat, kekuatan tekan dan kekuatan tariknya.

Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain didekatnya. Kekuatan geser berbeda-beda pada tebalnya dinding batang bambu
(kekuatan geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah daripada dinding bambu setebal 6 mm), dan pada bagian ruas dan bagian di antara ruas
batang bambu. Hasil pengujian terhadap sifat fisik dan mekanika bambu wulung diperoleh kekuatan geser sejajar serat 61,4 Kg/cm2 (Ginoga, 1977).

Dimensi Bambu

Posted in
Dimensi Bambu
Menurut Prawiroatmodjo (1976), perubahan dimensi bambu tidak sama dari ketiga arah stuktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu bersifat anisotropis. Kedua jenis perubahan dimensi mempunyai arti yang sama penting, tetapi berdasarkan pengalaman praktis yang lebih sering menggunakan bambu dalam keadaan basah, maka pengerutan bambu menjadi perhatian yang lebih besar dibanding pengembangannya. Angka pengerutan total untuk kayu atau bambu normal berkisar antara 4,5% sampai 14% dalam arah radial, 2,1% sampai 8,5% dalam arah tangensial dan 0,1% sampai 0,2% dalam arah longitudinal.
Pada penampang melintang bambu, makin mendekati bagian kulit batang susunan sel sklerenkim semakin rapat, sehingga kekuatan batang bambu paling besar berada pada bagian batang sebelah luar, selanjutnya pada kulit bagian luar bambu terdapat lapisan tipis dan halus yang sangat kuat. Dari pangkal ke ujung batang lapisan ini cenderung semakin tipis. Karena adanya bagian kulit batang bambu yang sangat kuat ini, maka perubahan dimensi akan terpengaruh yaitu dimensi bambu akan lebih stabil terutama ke arah tangensial. Akibatnya variasi kekuatan bagian kulit ini akan menyebabkan variasi penyusutan tangensial
(Sutapa,1986).
Limaye (1952) menyatakan, bahwa ukuran diameter bambu berkorelasi dengan tingkat ketebalan batang, sedang tingkat ketebalan batang berpengaruh
terhadap sifat : anatomi, fisika dan mekanika. Dengan demikian, bambu yang berbeda ukuran diameternya akan mempunyai sifat : anatomi, fisika dan mekanika yang berbeda pula, dikutip oleh Suranto, 1992.
Batang bambu pada umumnya berupa silinder cembung dengan diameter 1 cm hingga 25 cm dan mempunyai ketinggian bervariasi 1 m hingga 40 m. Diameter bambu berkurang sejalan dengan panjangnya, dari pangkal hingga ujung. Bambu yang cembung ini secara total dipisahkan pada buku-bukunya oleh diafragma transversal (Ghavami dan Martiseni, 1987), dikutip kembali oleh Ghavami, 1988.
Secara umum 40% hingga 70% serat terkonsentrasi di bagian luar dan 15% hingga 30% di bagian dalam batang. Serat-serat tersebut terarah sepanjang sumbu batang dengan diameter 0,08 mm hingga 0,70 mm, tergantung pada spesies dan lokasinya pada tampang-lintang. Pada buku-buku (nodia), serat-serat ini saling bertautan dan sebagian memasuki diafragma dan cabang-cabang. Sebagai akibat dari diskontinyuitas ini buku-buku pada umumnya merupakan titik terlemah dari batang bambu (Ghavami, 1988).
Bambu sebaiknya dipotong pada waktu musim panas agar kadar airnya sedikit sehingga perubahan dimensinya kecil. Bambu cenderung menyerap jumlah air yang besar bila terendam atau tertimpa hujan dan bila hal ini berlangsung pada waktu yang cukup lama, bambu dapat menyerap hingga 100% dari berat keringnya. Penyerapan air ini diikuti oleh pembesaran dimensi yang bertambah sebanding dengan penyerapan hingga mencapai batas kejenuhan / saturation point.

KEAWETAN BAMBU

Posted in
KEAWETAN BAMBU
Penelitian beberapa janis bambu dari Jawa menunjukkan bahwa bambu apus dan bambu wulung lebih tahan terhadap serangan bubuk dibanding dengan bambu petung dan bambu ampel. Hal tersebut disebabkan karena kandungan pati di dalam jaringan bambu ampel dan petung lebih tinggi dibanding dengan bambuapus dan bambu wulung. Masing-masing jenis bambu mempunyai kandungan pati yang berbeda, rata-rata prosentase kandungan pati dari empat jenis bambu selama setahun, bambu ampel mengandung pati rata-rata tertinggi 3,14%, kemudian diikuti bambu petung 0,83%, bambu wulung 0,37% dan terendah bambu apus0,33% (Sulthoni,1983).
Menebang bambu pada saat yang tepat dapat mengurangi resiko serangan bubuk. Masayarakat pedesaan menggunakan pedoman waktu untuk menebang bambu agar terhindar dari serangan bubuk, yaitu pada waktu mangsa tua, yang umumnya dipilih mangsa ke-10 atau ke-11. hal ini disebabkan kandungan pati(lignin) dalam pembuluh bambu yang menjadi makanan hama bubuk tidaklah sama sepanjang musim, kandungan pati bubuk naik turun mengikuti musim, mangsa ke11 jatuh pada bulan Mei merupakan mangsa paling sedikit serangan hama bubuk (Suthoni,1983).
Usaha pengawetan bamboo secara tradisional sudah dikenal oleh masyarakat pedesaan. Pengawetan itu dilakukan dengan cara merendamnya di dalam air mengalir, air tergenang, lumpur atau di air laut dan pengasapan. Pengawetan bambu mempunyai tujuan untuk mencegah serangan jamur (pewarna dan pelapuk) maupun serangga (bubuk kering, rayap kayu kering dan rayap tanah).Untuk mengurangi kadar pati dalam bambu, masyarakat pedesaan biasanya menggunakan cara perendaman dalam air sampai berminggu-minggu tapi makin lama direndam dalam air akan mengurani kekuatan tekan maupun kekuatan lengkungnya (Suthoni, 1983).
Disamping dengan cara perendaman, pengawetan bambu juga dilakukan dengan menggunakan zat kimia yang dikenal dengan proses Boucherie yang ditemukan di India kira-kira 40 tahun yang lalu, proses ini dengan menggunakan pompa air yang sederhana untuk mendorong bahan pengawet yang telah dicampur dengan air kedalam pembuluh bambu, dari bagian pangkal menuju ujung batang. Kandungan air bambu yang manis akan didorong keluar dan digantikan dengan larutan bahan pengawet sehingga (1) bubuk tidak dapat menemukan zat manis sebagai bahan makananya sehingga rayap tidak akan makan bambu atau

melubangi bambu dan kemudian bersarang di dalamnya, (2) jika bubuk masih memakan bagian dari bambu atau melubangi bambu dan kemudian bersarang didalamnya, larva yang telah menetas akan mati karena zat yang termakan telah tercampur dengan bahan pengawet (YBLL,Ubud Bali, 1994).

MUTU BEBERAPA JENIS KAYU TANAMAN UNTUK BAHAN BANGUNAN BERDASARKAN SIFAT MEKANISNYA

Posted in
MUTU BEBERAPA JENIS KAYU TANAMAN UNTUK BAHAN BANGUNAN BERDASARKAN SIFAT MEKANISNYA

Sifat mekanis merupakan kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan, sedangkan kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang bekerja padanya (Haygreen dan Bowyer, 1982). Sifat mekanis biasanya merupakan ciri terpenting dari produk kayu yang akan digunakan untuk bahan bangunan gedung. Penggunaan struktural adalah setiap penggunaan di mana sifat mekanis merupakan kriteria pertama untuk pemilihan bahan. Penggunaan struktural produk kayu antara lain meliputi palang lantai, kaso, kuda- kuda, tiang, anak tangga dan rangka perabot rumah tangga.
Dua istilah dasar yang digunakan dalam mekanika, yaitu tegangan dan regangan. Tegangan adalah gaya yang tersebar per satuan luas. Tegangan terjadi apabila suatu bagian bertindak terhadap yang lain untuk melaksanakan suatu gaya. Regangan akan terjadi apabila tekanan dikenakan pada suatu benda padat. Apabila tekanan yang dikenakan tidak melampaui suatu tingkat yang disebut batas proporsi, terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dengan regangan yang dihasilkan.
Beberapa sifat kekuatan kayu berhubungan erat dengan kerapatannya. Misalnya keteguhan lentur statis dan keteguhan tekan sejajar serat maksimum meningkat secara linier dengan kenaikan kerapatan kayu. Sedangkan sifat kekuatan kayu lainnya meningkat secara fungsi pangkat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Kayu merupakan bahan yang bersifat ortotropis, yaitu bahan yang memperlihatkan sifat yang berbeda dalam tiga sumbu yang saling tegaklurus, dalam hal ini arah radial, tangensial dan longitudinal.
Pengujian sifat mekanis kayu yang mengacu kepada ASTM D 143-94
(Anonim, 2002a) menghasilkan data hasil pengujian kayu contoh kecil bebas cacat. Sementara itu di dalam penggunaan kayu gergajian dan produk kayu gergajian banyak mengandung cacat seperti mata kayu, serat miring, lama pembebanan, keragaman dalam spesies dan cacat-cacat lain yang menurunkan kekuatannya Oleh karena itu dalam penggunaannya nilai kekuatan ini harus disesuaikan dengan mempertimbangkan faktor di atas. Nilai ini disebut tegangan yang diijinkan. Prosedur untuk mendapatkan nilai tegangan yang diijinkan untuk kayu gergajian menurut ASTM D 245 adalah (contoh untuk MOR):

Fb = MORrata2 – 1,645 s x FKA x FSR x FS
FDL

Keterangan :
S = simpangan baku MOR (ASTM D 2555-98) MOR = tegangan lentur maksimum
1,645 s = merupakan batas luar 95% yang lebih rendah (5% exclusion limit) FDL = faktor lama pembebanan
FKA = faktor kadar air
FSR = nisbah kekuatan untuk memperhitungkan cacat kayu
FS = faktor koreksi untuk kedalaman gelagar

BAHAN DAN METODE
Bahan
Jenis kayu yang diteliti tertera pada Tabel 1. Kayu tersebut berasal dari hutan tanaman (Hutan Tanaman Industri/HTI, dalam hal ini Perum Perhutani Unit III dan tanaman rakyat) di daerah Jawa Barat. Pemilihan jenis kayu tersebut didasarkan pada potensi jenis kayu yang ada pada hutan tanaman di Jawa Barat, baik HTI maupun tanaman rakyat. Jenis kayu tersebut belum lazim digunakan untuk bahan bangunan kecuali sengon yang sudah sering digunakan untuk dinding.
Setiap jenis kayu diambil 3 pohon dan dari setiap pohon diambil 3 dolok masing-masing dari pangkal, tengah atau ujung. Sedangkan bahan pembantu yang diperlukan antara lain adalah air, parafin, ampelas dan kapur tohor.

Jenis Kayu yang Diteliti

No. Nama Lokal Nama Botanis Suku

1 Sengon (Paraserianthes falcataria Mimosaceae)
2 Suren (Toona sureni Meliaceae)
3 Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Mimosaceae)
4 Mindi (Melia azedarach Meliaceae)
5 Tata (Gmelina arborea Verbenaceae)
6 Mahoni (Swietenia macrophylla Meliaceae)
7 Karet (Hevea brasiliensis Euphorbiaceae)
8 Tusam (Pinus merkusii Pinaceae)
9 Mangium (Acacia mangium Mimosaceae)
10 Jabon (Anthocephalus cadamba Rubiaceae)

Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut: gergaji belah, gergaji potong, alat serut, alat pengukur panjang (penggaris, meteran, kaliper),timbangan, gelas piala, desikator, oven dan mesin uji universal.

Metode
Ukuran contoh uji dan pengujian sifat fisis dan mekanis kayu dilakukan sesuai dengan ASTM D.143-94 (Anonim, 2002a). Banyaknya contoh uji untuk setiap jenis kayu tergantung pada diameter pohon contoh. Pengujian dilakukan terhadap contoh uji dalamkeadaan kering udara. Sifat mekanis yang diuji meliputi keteguhan lentur statis (tegangan pada batas proporsi dan tegangan patah serta modulus elastisitas), keteguhan tekan (sejajar dan tegaklurus serat), keteguhan geser sejajar serat (pada bidang radial dan tangensial), keteguhan pukul (pada bidang radial dan tangensial), kekerasan (ujung, pada bidang radial dan tangensial), keteguhan belah (pada bidang radial dan tangensial) dan keteguhan tarik tegaklurus serat (pada bidang radial dan tangensial). Sebagai penunjang diuji kadar air dan kerapatan kayu.
Analisis data yang dilakukan meliputi rata-rata hasil pengujian setiap jenis kayu serta penentuan kelas kuat kayu berdasarkan klasifikasi kekuatan kayu (Den Berger, 1923), penentuan mutu kayu berdasarkan Anonim (2002b) dan penentuan tegangan ijin berdasar ASTM D 245 (Anonim, 2002a).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian kadar air dan kerapatan kayu yang diteliti disajikan pada Tabel 2, sedangkan hasil pengujian sifat mekanisnya tercantum pada Lampiran 1.
Nilai rata-rata kadar air dan kerapatan kering udara kayu yang diteliti disajikan pada Tabel 2. Kadar air kering udara berkisar antara 11.46-17.18%. Berdasarkan klasifikasi kerapatan kayu, maka kayu sengon, sengon buto, suren, mindi dan tata tergolong kayu yang ringan (0.24-0.56 g/cm3) sedangkan sisanya tergolong kelas sedang (0.56-0.72 g/cm3).

Data Kadar Air dan Kerapatan Kayu yang Diteliti

No Jenis Kayu Kerapatan (gr/cm3) Kadar Air (%)

1 Sengon 0.34 12.54

2 Suren 0.47 17,18

3 Sengon buto 0.49 13,49

4 Mindi 0.53 14.62

5 Tata 0.46 12.01

6 Mahoni 0.57 16.79

7 Karet 0.61 11.46

8 Tusam 0.57 17.30

9 Mangium 0.58 14.64

10 Jabon 0.55 16.00

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kerapatan rata-rata kayu dari hutan tanaman berkisar antara 0.34-0.61 gr/cm3 dengan rata-rata 0.517 gr/cm3. Sengon mempunyai kerapatan terendah sedangkan tertinggi karet..
Nilai rata-rata sifat mekanis kayu yang diteliti pada keadaan kering udara disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada umumnya kayu berdiameter kecil yang diteliti baik yang berasal dari hutan tanaman
(HTI) maupun dari tanaman rakyat tergolong kelas kuat III-V, hanya karet dan tata tergolong kelas kuat II-III (PKKI-1961).
Hubungan antara kerapatan dengan nilai MOE dan MOR menunjukkan MOR= 985,52 x kerapatan + 15,916, (R² = 0,2104). Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan tidak dapat menjadi penduga terbaik untuk menduga kekuatan kayu yang diteliti. Hubungan MOE dengan MOR dari kayu yang diteliti adalah MOR = 0,006 x MOE + 142,74, (R2=0,6136), menunjukkan bahwa nilai E (MOE) dapat digunakan untuk menduga kekuatan kayu. Seperti dikemukakan oleh Surjokusumo (1982), bahwa pemilahan kayu dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai E tanpa merusak kayu

By (Abdurachman1, Nurwati Hadjib)

STANDARISASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN ALTERNATIF PENGGANTI KAYU

Posted in
STANDARISASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN ALTERNATIF PENGGANTI KAYU

I. KEBERADAAN BAHAN ORGANIK UNTUK KONSTRUKSI SAAT INI
1.1 Kayu
Di dunia konstruksi, kayu merupakan bahan bangunan yang dominan digunakan terutama untuk konstruksi rangka yang bersifat struktur (rangka lantai, rangka dinding, rangka atap) dan yang bersifat non struktur (penutup lantai, penutup dinding, penutup langit-langit dan penutup atap).
Kebutuhan kayu yang sangat besar akibat pembangunan khususnya perumahan, industri kayu olahan (plywood, hardboard, dll) serta ekspor, mengakibatkan kayu dieksploitasi secara besar-besaran dengan pola tanpa tebang pilih. Akibatnya selain terjadi kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan, ketersediaan kayu khususnya kayu konstruksi semakin berkurang. Dewasa ini untuk memperoleh jenis kayu yang umum digunakan untuk bangunan seperti, kamper, kruing, merbau, meranti, besi dll sudah mulai sulit dan kalaupun ada harganya sangat mahal.
Pemerintah telah melakukan usaha-usaha untuk mengurangi dampak kerusakan hutan sebagai penghasil kayu sebagai berikut;
ƒ Memberlakukan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih
(Keputusan bersama Departemen Kehutanan dan Departemen Perindustrian dan
Perdagangan sejak tahun 2001),
ƒ Departemen Kehutanan telah menurunkan jatah tebang tahunan (jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta m³ setahun (tahun 2003) dan akan diturunkan lagi menjadi 5,7 juta m³ kubik setahun ( tahun 2004),
ƒ Pembentukan Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk melakukan penyesuaian produksi industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan,
ƒ Berkomitmen untuk melakukan pemberantasan Illegal Logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 dapat menghutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.
Sayangnya usaha-usaha tersebut di atas masih belum ada realisasinya karena;
ƒ Hingga tahun 2002 ekspor kayu bulat masih dilakukan,
ƒ Masih akan diberikan ijin pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman seluas
900-an ribu hektar kepada pengusaha melalui pelelangan,
ƒ Belum adanya perencanaan menyeluruh untuk memperbaiki kerusakan hutan melalui rehabilitasi,
ƒ Belum disesuaikannya produksi industri dengan kemampuan penyediaan bahan baku kayu bagi industri olah hutan sehingga dapat mengakibatkan kegiatan penebangan hutan tanpa ijin akan terus berlangsung.
ƒ Hal yang terpenting dan belum dilakukan pemerintah saat ini adalah, menutup industri perkayuan Indonesia yang memiliki banyak utang.
ƒ Pembangunan hutan tanaman secara massal dan meluas pada tahun 1980 dan dilansir dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI) sejak tahun 1984 kurang berhasil. Sasaran yang ingin dicapai dalam pengusahaan HTI tersebut adalah, menunjang pertumbuhan industri perkayuan sehingga dapat meningkatkan ekspor kayu olahan dan meningkatkan potensi kayu pada kawasan hutan produktif. Kenyataannya membuktikan bahwa, dari target luasan sebesar 7 Ha hanya terealisir 2 juta ha dengan kendala kesiapan dan pengetahuan teknis para pelaku dan hambatan non teknis padahal, jika HTI ini berhasil dapat mengurangi ketergantungan pada hutan alam.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka, wajarlah jika keberadaan kayu konstruksi saat ini cukup kritis, terutama untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan yang diperuntukan bagi golongan menengah ke bawah.

1.2 Bambu
Bambu sudah dikenal oleh masyarakat sejak nenek moyang kita ada dan telah digunakan sebagai bahan untuk keperluan sehari-hari mulai dari makanan, peralatan
rumah tangga, musik, upacara keagamaan sampai pada bangunan rumah yang mereka tempati, sehingga di pedesaan sebagian besar masyarakatnya mempunyai rumpun bambu di pekarangannya.
Tanaman bambu Indonesia ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dari permukaan air laut dan umumnya tumbuh di tempat- tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Bambu memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena potensinya banyak dan mudah ditemukan di seluruh daerah di Indonesia.
Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari
20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di
Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis.
Beberapa kelebihan bambu jika dipergunakan untuk komponen bangunan:
ƒ Merupakan bahan yang dapat diperbarui (3-5 tahun sudah dapat ditebang),
ƒ Murah harganya serta mudah pengerjaannya karena tidak memerlukan tenaga terdidik, cukup dengan peralatan sederhana pada kegiatan pembangunan.
ƒ Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi (beberapa jenis bambu melampaui kuat tarik baja mutu sedang), ringan, berbentuk pipa beruas sehingga cukup lentur untuk dimanfaatkan sebagai komponen bangunan rangka,
ƒ Rumah dari bambu cukup nyaman ditempati,
ƒ Masa konstruksi cukup singkat sehingga biaya konstruksi menjadi murah. Kelemahannya adalah dalam penggunaannya kadang-kadang menemui beberapa
keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bambu adalah, sifat fisik bambu (bulat) yang agak menyulitkan dalam pengerjaannya secara mekanis, variasi dimensi dan panjang ruas yang tidak seragam serta mudah diserang oleh organisme perusak seperti bubuk, rayap dan jamur.

1.3 Limbah Organik Dari Industri
Bahan limbah organik dapat berupa limbah pabrik atau bahan alam seperti;
ƒ Limbah Kayu merupakan hasil atau limbah penggergajian kayu yang dapat berupa serbuk gergaji, sisa potongan, kulit kayu dll,
ƒ Limbah Agro Industri (Sawit) merupakan limbah dari pengolahan minyak sawit
(CPO) berupa TKKS (tandan kosong kelapa sawit), sekam padi dll,
ƒ Serat Alam yang berupa serat dari alang-alang, nenas, tebu dll.
Limbah tersebut di atas apabila akan dimanfaatkan masih harus memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu menjadi bentuk panel, batang dll, karena bahan tersebut masih merupakan bahan baku dan masih perlu diproses untuk mmenjadi bahan jadi dengan menggunakan bahan tambahan seperti, perekat resin atau semen.

II. MENGAPA BAMBU DIPILIH UNTUK DISTANDARKAN
2.1 Beberapa Alasan yang Menjadi Pertimbangan
a. Penggunaan bambu sangat luas untuk berbagai macam tujuan karena bambu memiliki keunggulan sebagai bahan bangunan,
b. Bambu merupakan salah satu material yang sangat potensial untuk pemenuhan kebutuhan perumahan,
c. Bambu sebagai bahan bangunan telah diakui masyarakat dunia dengan terbitnya standard internasional (ISO),
d. Perlunya adopsi/adaptasi standard ISO tentang konstruksi bambu untuk diterapkan di Indonesia, tentunya dengan penyesuaian pada kndisi setempat .




2.2 Perkembangan Teknologi Rumah Bambu Dalam Dunia Konstruksi
Pada era sebelum tahun 1980 bambu digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan umum seperti, jembatan, tiang, dinding penahan tanah (bearing wall) dan bangunan rumah tradisional, baik di pedesaan maupun di perkotaan dalam bentuk batangan
(bulat), bilah dan anyaman. Sistem sambungannya tradusional dengan menggunakan tali ijuk, pasak dan paku. Cara pengawetannya masih dilakukan dengan cara perendaman di kolam atau sungai sehingga memerlukan waktu lama.
Pada era pendudukan Belanda dan Jepang, teknologi Barat mulai diperkenalkan sehingga, pasangan tembok mulai dipakai khususnya pada komponen dinding penutup, dimana adanya penggabungan antara adukan sebagai plesteran dengan bambu anyam sebagai tulangannya. Sistem ini banyak dijumpai pada rumah-rumah jabatan serta kantor baik di perkebunan maupun di kantor-kantor perkotaan dan kenyataannya sampai sekarang rumah-rumah tersebut masih dapat kita temui di perkebunan- perkebunan bahkan di kota dalam kondisi masih baik.
Pada era sesudah 1980 perkembangan teknologi bambu mulai berkembang sehingga banyak produksi bahan komponen bangunan dari bambu seperti, panel bambu dengan perekat resin (lem) dan panel berbasis semen (bamboo cement board). Selain bahan olahan tersebut di atas bambu juga sudah mulai diproduk seperti layaknya kayu misalnya, bambu laminasi, balok bambu, lantai parkit bambu, papan bambu sebagai bahan dasar furnitur dan lantai.
Perkembangan teknologi sudah demikian maju sehingga segala kelemahan bambu sudah dapat direkayasa dan diatasi mulai dari konstruksi, sambungan dengan berbagai jenis konektor serta bentuk, yang memungkinkan bambu dipakai pada panjang efektif sesuai dengan desain yang diinginkan tetapi memenuhi persyaratan teknis. Keterbatasan bambu untuk dipakai pada bangunan-bangunan khusus yang mempunyai tingkat kesulitan tinggi sudah dapat diatasi bahkan di beberapa negara maju, bambu sudah dipakai sebagai bahan untuk bangunan penting seperti villa, tribun stadion, kantor bertingkat, jembatan dengan bentang lebar, dll.
Teknologi pengawetan tradisional yang tadinya menggunakan metode perendaman, pemulasan dan pengasapan, sudah mulai berkembang dengan cara modern seperti, metode Bucherie cara grafitasi atau vertikal, tekanan udara (vacuum pressure) yang mempercepat proses pengawetan. Begitu pula sistem pengeringan
dengan menggunakan pengeringan di ruangan, sudah memudahkan kita untuk mendapatkan bambu yang memenuhi syarat kekeringan sesuai yang diyaratkan untuk dipakai pada konstruksi bangunan. Saat ini untuk mendapatkan bambu dengan keawetan yang tinggi sudah mudah diperoleh bahkan dapat dilakukan oleh kita sendiri.



2.3 Mengapa Sampai Saat Ini Bambu Masih Belum Mendapat Perhatian
Masalah mendasar yang menjadi penyebab adalah:
a. Belum hilangnya konotasi masyarakat bahwa bambu dikenal sebagai bahan bangunan untuk orang miskin karena bentuk rumah sangat sederhana,
b. Hampir tidak ada fasilitas kredit dari perbankan, karena kurang yakinnya pihak perbankan,
c. Belum ada standar nasional bambu,
d. Sampai saat ini teknologi untuk membangun serta menambah umur pakai bambu masih dilakukan dengan cara tradisional seperti yang pernah dilakukan oleh para nenek moyang kita dahulu sehingga kualitasnya masih rendah.
Keuntungan pengembangan bambu dibandingkan dengan kayu:
a. Sesuai dengan sifatnya maka akar bambu sangat solit sehingga dapat mencegah erosi jika ditanam pada daerah lereng (tepi sungai atau jurang).
b. Bambu dapat dipanen 3 (tiga) kali dalam sepuluh tahun dibandingkan dengan kayu yang hanya satu kali sehingga dapat bekerja sepanjang tahun dengan penghasilan tetap baik di perkebunan bambu atau pada pengrajin bambu.
Di halaman berikut digambarkan ilustrasi mengenai keuntungan budidaya bambu dibandingkan dengan kayu jika dibudidayakan secara profesional, mulai dari pola tanam, cara menebang serta penggunaan tenaga kerja selama proses tersebut berlangsung. Dengan musim panen bambu yang lebih cepat dari kayu maka, kerusakan hutan dapat dikurangi serta mutu kayu hutan akan lebih baik karena ada bahan lain sejenis yang dapat menggantikan fungsinya.

2.4 Model Standar
2.4.1 ISO 22156 (2004) Bamboo–Design structure
Ruang lingkup standar ini adalah:
- Struktur bangunan dari bambu dalam bentuk bulat, bambu bilah, bambu laminasi atau bambu menggunakan sambungan perekat dan sambungan mekanik,
- Standar berdasarkan limit state design dan desain penampilan struktur,
- Standar hanya dikaitkan dengan ketahanan mekanik, pemanfaatan dan keawetan struktur tetapi konstruksi yang menggunakan struktur komposit boleh dipertimbangkan untuk ditambahkan pada standar ini bila diperlukan,
- Pelaksanaan konstruksi di lapangan pekerjaan, pembuatan komponen di pabrik dan pemasangan konstruksi dalam rangka menjaga kualitas produk serta keamanan pekerja.



2.4.2 ISO 22157-1: 2004 (E) Bamboo-Determination of Physical and Mechanical
Properties-Part 1: Requirements and Part 2: Laboratory Manual
Ruang lingkup standar standar adalah:
- Part 1 merupakan metode pengujian untuk mengevaluasi karakteristik pada sifat fisis dan mekanis bambu seperti: kadar air, kerapatan, penyusutan, tekan, lentur, geser dan tarik.
- Part 2 merupakan laporan teknis (technical report) yg menyediakan petunjuk informasi bagi staf laboratorium tentang bagaimana mengerjakan pengujian sesuai part 1.
- Standar ini mencakup pengujian pada spesimen bambu untuk mendapatkan data, sehingga dapat digunakan utk menentukan karakteristik kekuatan bahan sampai mendapatkan tegangan ijin.
- Data tersebut dapat digunakan untuk mencari hubungan antara sifat mekanis dan faktor lain seperti kadar air, kerapatan, tempat tumbuh, posisi sepanjang buluh, keberadaan buku (node) dan ruas (internode), dll yang berfungsi sebagai pengendali kualitas.
Di dalam standar itu tercantum keawetan bahan dan cara pengawetannya yang mempertimbangkan, umur pakai bambu, penggunaan pada struktur, kriteria bentuk yang diperlukan, penyesusaian dengan lingkungan sekitar, komposisi, sifat serta bentuk
bahan, bentuk komponen dan detail konstruksi, kualitas pekerja dan tingkat keahlian, cara pengukuran serta cara perawatan selama bangunan konstruksi berdiri.
Standar ini disesuaikan dengan kebutuhan seperti:
• Struktur direncanakan dan dilaksanakan dengan menekankan pada, kemungkinan diterima masyarakat, diharapkan dapat murah tetapi aman serta memenuhi tingkat keamanan yang baik selama masa pelaksanaan pekerjaan serta memenuhi persyaratan keawetan sehingga murah perawatannya.
• Konsep desain dan alternatif desain berdasarkan perhitungan analisis, pengalaman dan laporan evaluasi.
• Desain struktur meliputi, batas yang diijinkan, sifat fisis dan mekanis bahan, desain kekuatan tarik, tekan dll, tegangan yang diijinkan serta kebisingan.
• Sambungan antara komponen berdasarkan perhitungan analisis, dilengkapi dengan sambungan alternatif dengan kemampuan dalam menahan beban serta prinsip desain alternatif. Di samping itu cara pengujian, hasil uji serta petunjuk desain praktis.





III. MODEL STANDAR BAMBU YANG DIINGINKAN
Model standar bambu dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kewenangan dan skala prioritas. Konsep standar dipersiapkan dan dibuat di Departemen Pekerjaan Umum, dalam hal ini Puslitbang Permukiman sebelum dijadikan Standar Nasional Indonesia (SNI). Beberapa referensi yang sudah ada yang diterbitkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kalangan Perguruan Tinggi, Institusi Pemerintah terkait serta masyarakat, dapat dijadikan acuan selama relevan dengan konteksnya.
Sebagai langkah awal, Puslitbang telah menyelenggarakan workshop mengenai kemungkinan bambu sebagai bahan konstruksi pengganti kayu untuk distandarkan, dengan mengundang pakar-pakar yang ahli dalam masalah perbambuan dari, Universitas Gajah Mada (Prof. Morisco), Institut Pertanian Bogor (Dr. Naresworo), Prosea (Dr. Elizabeth Wijaya), LIPI (Dr. Bambang Subiyanto), Puslitbang Permukiman
(Dr. Anita dan Purwito).
Hasil dari workshop ini akan diangkat dalam forum lebih tinggi dengan para penentu kebijakan di Departemen Pekerjaan Umum serta para ahli lain yang telah menulis karyanya di media massa.
Standar yang baik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Melindungi pemakai dari kerugian uang dan meningkatkan mutu produk,
b. Melindungi lingkungan dari sampah atau segala polusi sesuai dengan batas yang diharuskan,
c. Keselamatan pekerja seperti, kesehatan, keamanan dan tidak menggunakan tenaga kerja anak-anak,
d. Keselamatan penghuni dan konstruksi jika terjadi bencana seperti, gempa, angin, banjir dll,
e. Mengurangi biaya produksi tetapi produk masih memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan dapat bersaing dengan produk lain yang sejenis.
Standar kurang dapat dimanfaatkan apabila:
a. Impor atau mengutip dari standar luar dan tidak diadaptasikan dengan kondisi di
Indonesia,
b. Tidak sejalan dengan tradisi lokal,
c. Menambah biaya (produk menjadi mahal),
d. Hanya memenuhi kebutuhan golongan atas,
e. Prioritas dalam membuat produk dari masyarakat berbeda,
f. Standar yang meng-adop (impor) dari luar tidak dapat digunakan di dalam negeri, g. Standar sering diartikan birokrasi.


IV. PENERAPAN STANDAR BAMBU UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN Penerapan standar bambu untuk konstruksi bangunan dilakukan sebagai berikut:
a. Berlaku untuk semua wilayah Indonesia,
b. Bersifat sukarela,
c. Dalam hal berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, pelstarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomi atau tercantum dalam dokumen kontrak dapat diberlakukan wajib oleh instansi yang terkait,
d. Tata cara pemberlakuan SNI wajib diatur dengan keputusan Pimpinan Instansi teknis terkait,
e. Penerapan SNI dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi,
f. Sertfikasi diberikan oleh lembaga sertifikasi/lembaga inspeksi/lembaga pelatihan/laboratorium yang diakeditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).

V. BEBERAPA JUDUL YANG DAPAT DIANGKAT
a. Petunjuk Teknis Penggunaan Bambu Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan
Materi dari standar adalah, jenis bambu yang dapat dipakai, perlakuan yang diperlukan, teknik memotong, teknik menyambung, model dan bahan untuk sambungan, peralatan untuk bekerja, teknik penyambungan pada konstruksi, ketahanan terhadap api, pemeliharaan dll.

b. Petunjuk Teknis Pengawetan dan Pengeringan Bambu
Materi dari standar adalah, jenis bahan pengawet, jenis peralatan yang dipakai, sistem pengawetan, waktu pengawetan dan pengeringan, keselamatan kerja dll.
c. Petunjuk Teknis Pembudidayaan Bambu
Materi dari standar adalah, pemilihan benih/jenis bambu, penyemaian, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dll.
Cara pelaksanaan pembuatan standar hampir sama dengan yang dilakukan di BSN, hanya lingkup kegiatannya masih terbatas di lingkungan Puslitbang Permukiman.






VI. KEUNTUNGAN ADANYA STANDAR BAMBU

a. Merangsang para perencana bangunan untuk menggunakan bambu karena, mereka menjadi mengetahui sistem/cara penggunaannya sehingga mendukung desain bangunannya.
b. Dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kualitas konstruksi bambu yang dalam kontrak pekerjaannya menggunakan bambu sebagai bahannya.
c. Dapat menjaga kualitas produk (quality control).
d. Menaikan nilai tambah bambu karena dapat disejajarkan dengan bahan lain yang sejenis

By (google)

ADA BEBERAPA MACAM TIPE PAPAN KAYU

Posted in
ADA BEBERAPA MACAM TIPE PAPAN KAYU

1. Solid ( kayu utuh )
Kayu utuh yang tidak dibentuk dari sambungan atau gabungan, kayu solid yang cukup populer di Indonesia al; kayu jati, sungkai, nyatoh, ramin, dan jati belanda, dll
Harga kayu solid dihitung berdasarkan kubikasi, panjang x lebar x tebal.......umumnya harga kayu solid cenderung lebih mahal.

2. Layered ( plywood: multiplex, triplex, dll )
Kayu lapis yang biasa disebut tripleks atau multipleks, sesuai dengan namanya kayu lapis terbentuk dari beberapa lapis lembaran kayu. Lembaran-lembaran tersebut direkatkan dengan tekanan tinggi dan menggunakan perekat khusus. Kayu lapis yang terdiri dari tiga lembar kayu disebut tripleks. Sedangkan yang terdiri dari lebih dari tiga lembar kayu, disebut multipleks.

Ketebalan kayu lapis bervariasi, mulai dari 3mm, 4mm, 9mm, dan 18mm dengan ukuran penampang standart yaitu 120cm x 240cm. Kayu lapis bisa digunakan sebagai material untuk kitchen set, tempat tidur, lemari, atau meja.

Plywood memiliki banyak pilihan motif, yang kerap digunakan sebagai pelapis lemari ataupun kitchen set, al ; motif jati, sungkai, nyatoh, dll.....masing-masing motif mempunyai ciri khas dan warna tersendiri, umumnya plywood yang dilapisi oleh lapisan bermotif ini difinishing dengan cara plitur/ NC dan melamik.

Selain itu ada juga melaminto, yaitu kayu lapis dengan lapisan anti air yang umumnya dipasang pada bagian dalam kitchen set ataupun untuk bagian dalam pintu kamar mandi. Ada beberapa pilihan warna pada melaminto.

3. Partikel board
Jenis kayu olahan yang satu ini terbuat dari serbuk kayu kasar yang dicampur dengan bahan kimia khusus, campuran tersebut kemudian disatukan dengan lem dan dikeringkan dengan suhu tinggi.

Kayu partikel banyak digunakan sebagai material untuk berbagai furnitur. Namun, kayu partikel tergolong jenis kayu yang tidak tahan lama. Dalam kurun waktu tertentu, kayu partikel bisa berubah bentuk, terutama jika terkena air dan menahan beban terlalu berat.

4. MDF/ ( Medium Density Fiberboard )
Kayu yang terbuat dari campuran bubur kayu dengan bahan kimia tertentu, cara pembuatannya mirip dengan kayu partikel. Kayu MDF merupakan material kayu olahan yang tidak tahan terhadap air dan kelembapan. Untuk daerah-daerah yang memiliki kelembapan tinggi, sebaiknya tidak menggunakan kayu MDF.

Finishing kayu MDF bisa dilakukan dengan lapisan irisan kayu tipis ( veneer ), pelapis kertas ( tacon, supercon,dll ), melamik ataupun duco. Keunggulan dari MDF adalah permukaannya yang halus dan tidak berpori membuat proses finishing jauh lebih praktis dibandingkan proses finishing pada jenis kayu lainnya, namun ada juga kelemahannya yaitu harga yang relatif lebih mahal.

5. Blockboard
Balok-balok kayu berukuran 4cm-5cm dipadatkan menggunakan mesin, setelah itu diberi pelapis, sehingga hasil akhirnya berupa lembaran seperti papan kayu. Blockboard memiliki dua pilihan ketebalan, 15mm dan 18mm, harganya pun cenderung lebih murah dibandingkan kayu solid.

Untuk menilai kualitas kayu ada 3 faktor penentu.
1. Berat Jenis -> menentukan berat/ ringan bahan
2. Structural Strength -> menentukan kekuatan bahan dari segi struktur
3. Water Resistance Level -> menentukan ketahanan bahan terhadap air

Jenis board apa yang ringan dan kuat ?
Jika board yang dimaksud terbuat dari kayu utuh, perlu melihat tabel bahan kayu, karena 'kuat' ada 2 macam, kuat secara struktur, dan kemudian kuat tahan air.

Banyak cara untuk menambah kekuatan aggregate, antara lain memasukkan bahan kimia tambahan ke dalam campuran aggregate, dengan demikian bahan tsb akan mampu tahan air sehingga bisa dipakai di luar ruangan (exterior)

Board yang sering digunakan di industri mebel di indonesia yaitu teak-block, yang sesungguhnya adalah multipleks di mana lapisan terluarnya adalah kayu jati, namun di bagian dalam adalah kayu lunak. Treatment ini akan menambah nilai kayu tersebut, karena pola kayu yang di-'jual'. adalah kayu jati.
(by:google)

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

Posted in

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu) merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pengujian dalam arti luas yaitu menentukan jenis kayu, mengukur dimensi kayu untuk mendapatkan volume serta menetapkan mutu. Penentuan jenis kayu pada hakekatnya bukan hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan dalam pelaksanaan pengujian saja, namun amat penting artinya bagi semua pihak baik bagi pemerintah, pihak produsen maupun pihak konsumen.

Terkait dengan kepentingan pemerintah, penentuan jenis kayu berperan penting dalam menentukan besarnya pungutan negara (PSDH dan DR) yang dikenakan. Pungutan pemerintah tersebut selain didasarkan atas wilayah asal kayu, juga didasarkan atas jenis kayu. Disamping secara langsung terkait dengan kepentingan pemerintah, penentuan jenis kayu memegang peranan penting dalam upaya ikut serta mencegah penyimpangan dimana suatu jenis kayu yang dilarang untuk ditebang/dipasarkan, diperdagangkan secara bebas dengan menggunakan nama lain.

Di pihak produsen, selain untuk memenuhi kewajiban dalam membayar pungutan yang dibebankan pemerintah, kepastian suatu jenis kayu juga penting artinya dalam proses produksi dan pemasaran. Setiap jenis kayu mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga dalam pengolahannyapun memerlukan penanganan yang berbeda pula. Sedangkan bagi konsumen, dengan adanya kepastian jenis kayu, akan lebih memudahkan untuk memilih kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya.

Metoda Pengenalan Jenis Kayu

Untuk mengenal/menentukan suatu jenis kayu, tidak selalu dilakukan dengan cara memeriksa kayu dalam bentuk log (kayu bundar), tetapi dapat dilakukan dengan memeriksa sepotong kecil kayu. Penentuan jenis kayu dalam bentuk log, pada umumnya dengan cara memperhatikan sifat-sifat kayu yang mudah dilihat seperti penampakan kulit, warna kayu teras, arah serat, ada tidaknya getah dan sebagainya.

Penentuan beberapa jenis kayu dalam bentuk olahan (kayu gergajian, moulding, dan sebagainya) masih mudah dilakukan dengan hanya memperhatikan sifat-sifat kasar yang mudah dilihat. Sebagai contoh, kayu jati (Tectona grandis) memiliki gambar lingkaran tumbuh yang jelas). Namun apabila kayu tersebut diamati dalam bentuk barang jadi dimana sifat-sifat fisik asli tidak dapat dikenali lagi karena sudah dilapisi dengan cat, maka satu-satunya cara yang dapat dipergunakan untuk menentukan jenisnya adalah dengan cara memeriksa sifat anatomi/strukturnya. Demikian juga untuk kebanyakan kayu di Indonesia, dimana antar jenis kayu sukar untuk dibedakan, cara yang lebih lazim dipakai dalam penentuan je-nis kayu adalah dengan memeriksa sifat anatominya (sifat struktur).

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) sifat utama kayu yang dapat dipergunakan untuk mengenal kayu, yaitu sifat fisik (disebut juga sifat kasar atau sifat makroskopis) dan sifat struktur (disebut juga sifat mikroskopis). Secara obyektif, sifat struktur atau mikroskopis lebih dapat diandalkan dari pada sifat fisik atau makroskopis dalam mengenal atau menentukan suatu jenis kayu. Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih dapat dipercaya, akan lebih baik bila kedua sifat ini dapat dipergunakan secara bersama-sama, karena sifat fisik akan mendukung sifat struktur dalam menentukan jenis.

Sifat fisik/kasar atau makroskopis adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca indera, baik dengan penglihatan, pen-ciuman, perabaan dan sebagainya tanpa menggunakan alat bantu. Sifat-sifat kayu yang termasuk dalam sifat kasar antara lain adalah :

a. warna, umumnya yang digunakan adalah warna kayu teras,

b. tekstur, yaitu penampilan sifat struktur pada bidang lintang,

c. arah serat, yaitu arah umum dari sel-sel pembentuk kayu,

d. gambar, baik yang terlihat pada bidang radial maupun tangensial

e. berat, umumnya dengan menggunakan berat jenis

f. kesan raba, yaitu kesan yang diperoleh saat meraba kayu,

g. lingkaran tumbuh,

h. bau, dan sebagainya.

Sifat struktur/mikroskopis adalah sifat yang dapat kita ketahui dengan mempergunakan alat bantu, yaitu kaca pembesar (loupe) dengan pembesaran 10 kali. Sifat struktur yang diamati adalah :

a. Pori (vessel) adalah sel yang berbentuk pembuluh dengan arah longitudinal. Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, pori terlihat sebagai lubang-lubang beraturan maupun tidak, ukuran kecil maupun besar. Pori dapat dibedakan berdasarkan penyebaran, susunan, isi, ukuran, jumlah dan bidang perforasi).

b. Parenkim (Parenchyma) adalah sel yang berdinding tipis dengan bentuk batu bata dengan arah longitudinal. Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, parenkim (jaringan parenkim) terlihat mempunyai warna yang lebih cerah dibanding dengan warna sel sekelilingnya. Parenkim dapat dibedakan berdasarkan atas hubungannya dengan pori, yaitu parenkim paratrakeal (berhubungan dengan pori) dan apotrakeral (tidak berhubungan dengan pori).

c. Jari-jari (Rays) adalah parenkim dengan arah horizontal. Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang, jari-jari terlihat seperti garis-garis yang sejajar dengan warna yang lebih cerah dibanding warna sekelilingnya. Jari-jari dapat dibedakan berdasarkan ukuran lebarnya dan keseragaman ukurannya.

d. Saluran interseluler adalah saluran yang berada di antara sel-sel kayu yang berfungsi sebagai saluran khusus. Saluran interseluler ini tidak selalu ada pada setiap jenis kayu, tetapi hanya terdapat pada jenis-jenis tertentu, misalnya beberapa jenis kayu dalam famili Dipterocarpaceae, antara lain meranti (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp), keruing (Dipterocarpus spp), mersawa (Anisoptera spp), dan sebagainya. Berdasarkan arahnya, saluran interseluler dibedakan atas saluran interseluler aksial (arah longitudinal) dan saluran interseluler radial (arah sejajar jari-jari). Pada bidang lintang, dengan mempergunakan loupe, pada umumnya saluran interseluler aksial terlihat sebagai lubang-lubang yang terletak diantara sel-sel kayu dengan ukuran yang jauh lebih kecil.

e. Saluran getah adalah saluran yang berada dalam batang kayu, dan bentuknya seperti lensa. Saluran getah ini tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya terdapat pada kayu-kayu tertentu, misalnya jelutung (Dyera spp.)

f. Tanda kerinyut adalah penampilan ujung jari-jari yang bertingkat-tingkat dan biasanya terlihat pada bidang tangensial. Tanda kerinyut juga tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya pada jenis-jenis tertentu seperti kempas (Koompasia malaccensis) dan sonokembang (Pterocarpus indicus).

g. Gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu, yang terbentuk sebagai akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Gelam tersisip juga tidak selalu ada pada setiap jenis kayu. Jenis-jenis kayu yang sering memiliki gelam tersisip adalah karas (Aquilaria spp), jati (Tectona grandis) dan api-api (Avicennia spp).

Terdapat perbedaan yang mendasar antara sifat struktur kayu daun lebar dan sifat struktur kayu daun jarum. Kayu-kayu daun jarum tidak mempunyai pori-pori kayu seperti halnya kayu-kayu daun lebar.

Untuk menentukan jenis sepotong kayu, kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa kayu tersebut dengan memeriksa sifat kasarnya. Apabila dengan cara tersebut belum dapat ditetapkan jenis kayunya, maka terhadap kayu tersebut dilakukan pemeriksaan sifat strukturnya dengan mempergunakan loupe.

Untuk memudahkan dalam menentukan suatu jenis kayu, kita dapat mempergunakan kunci pengenalan jenis kayu. Kunci pengenalan jenis kayu pada dasarnya merupakan suatu kumpulan keterangan tentang sifat-sifat kayu yang telah dikenal, baik sifat struktur maupun sifat kasarnya. Sifat-sifat tersebut kemudian didokumentasikan dalam bentuk kartu (sistim kartu) atau dalam bentuk percabangan dua (sistem dikotom).

Pada sistem kartu, dibuat kartu dengan ukuran tertentu (misalnya ukuran kartu pos). Disekeliling kartu tersebut dicantunkan keterangan sifat-sifat kayu, dan pada bagian tengahnya tertera nama jenis kayu. Sebagai contoh, kayu yang akan ditentukan jenisnya, diperiksa sifat-sifatnya. Berdasarkan sifat-sifati tersebut, sifat kayu yang tertulis pada kartu ditusuk dengan sebatang kawat dan digoyang sampai ada kartu yang jatuh. Apabila kartu yang jatuh lebih dari satu kartu, dengan cara yang sama kartu-kartu itu kemudian ditusuk pada sifat lain sesuai dengan hasil pemeriksaan sampai akhirnya tersisa satu kartu. Sebagai hasilnya, nama jenis yang tertera pada kartu terakhir tersebut merupakan nama jenis kayu yang diidentifikasi.

Dikotom berarti percabangan, pembagian atau pengelompokan dua-dua atas dasar persamaan sifat-sifat kayu yang diamati. Kayu yang akan ditentukan jenisnya diperiksa sifat-sifatnya, dan kemudian dengan mempergunakan kunci dikotom, dilakukan penelusuran sesuai dengan sifat yang diamati sampai diperolehnya nama jenis kayu yang dimaksud.

Kunci cara pengenalan jenis kayu di atas, baik sistem kartu maupun dengan sistem dikotom, keduanya mempunyai kelemahan. Kesulitan tersebut adalah apabila kayu yang akan ditentukan jenisnya tidak termasuk ke dalam koleksi. Walaupun sistem kartu ataupun sistem dikotom digunakan untuk menetapkan jenis kayu, keduanya tidak akan dapat membantu mendapatkan nama jenis kayu yang dimaksud. Dengan demikian, semakin banyak koleksi kayu yang dimiliki disertai dengan pengumpulan mengumpulkan sifat-sifatnya ke dalam sistem kartu atau sistem dikotom, akan semakin mudah dalam menentukan suatu jenis kayu.

Penutup

Kegiatan untuk menentukan suatu jenis kayu, secara teknis menjadi sangat penting dalam rangka menentukan rencana penggunaannya, serta untuk kepentingan transaksi jual-beli atau perdagangan kayu.

Secara teoritis, metoda pengenalan/penentuan/identifikasi jenis kayu mudah dipelajari sebagai suatu pengetahuan. Namun demikian, keterampilan teknis pengenalan/penentuan/identifikasi jenis kayu hanya akan diperoleh melalui proses latihan yang rutin, berulang-ulang dan terus menerus.

Kelengkapan koleksi kayu akan sangat membantu proses pening-katan kemampuan dan ketrampilan dalam pengenalan jenis kayu.